Ambisi
Semua yang berlebihan tidak baik, tidak terkecuali ambisi. Ambisi bisa menjadi pemicu semangat sekaligus bisa menjadi titik awal kehancuran individu. Aku pun belum bisa menentukan kemanakah arah ambisiku ini. Naifnya, aku selalu berekspektasi tinggi dan mungkin memang terlalu tinggi di setiap ambisiku sampai melupakan kalau di dunia ada yang dinamakan ‘gagal’. Ambisi membuatku buta dan bingung terhadap kelayakanku dalam setiap mimpiku. Apa memang mimpiku terlalu tinggi untukku? Apa aku layak untuk bermimpi setinggi itu?.
Ada 2 kemungkinan: kurang berusaha atau garis takdir. Aku selalu percaya, di setiap doa dan mimpiku yang tidak terjadi atau mungkin masih tertunda, pasti ada rencana yang lebih baik yaitu rencana-Nya. Di detik ini aku menulis ini, aku tersadar ambisiku sudah mulai memasuki titik yang akan membuatku hancur jika aku tidak menakarnya dalam dosis yang sesuai.
Entah sejak kapan aku mulai menjadi ambisius terhadap mimpiku. Mungkin karena faktor lingkungan yang menuntutku untuk lebih dari ini. Memang setiap orang mempunyai timeline waktunya masing-masing dan butuh hati baja untuk memercaya itu. Jujur saja, hatiku belum sebaja dan seberani itu untuk memercayainya.
Kadang aku jadi takut untuk bermimpi lagi karena aku merasa aku bukan orang yang tepat untuk selalu bermimpi tentang hal-hal yang sebesar ini. Bukan kapasitas dan hakku untuk menjadi seperti apa yang kuimpikan. Dari tulisan ini bisa terlihat jika sebenarnya aku adalah orang yang lemah dan pesimis. Aku tidak tahu harus berapa banyak lagi pelajaran yang kuterima untuk benar-benar belajar dari kesalahanku dan lekas bangkit lagi untuk berjuang lagi.
Tiap kegagalanku, aku selalu teringat kata mbak nana:
“habiskan stok gagalmu di masa muda”
Mungkin kutipan bisa jadi menjadi jawaban kegagalanku. Tidak ada yang peduli berapa kali aku gagal, mereka hanya peduli jika aku sudah berhasil nanti dan hal yang harus aku lakukan sekarang adalah membuktikannya.